Jumat, 05 September 2014

Karena Daun Yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin




“Daun yang jatuh tidak pernak membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tidak melawan. Mengikhlaskan semuanya.”

Kalimat ini hampir menyesakkan separuh dada, terbayang .. betapa ikhlasnya sang daun. Meski dijatuhkan oleh angin, daun tidak pernah marah bahkan tumbuh lagi yang baru. Walau untuk tumbuh lagi, ia membutuhkan waktu dan prosesnya. Tapi semakin banyak yang jatuh semakin banyak tumbuh yang baru. Tanpa melawan, mereka rela pergi dan rela tempatnya tergantikan. Begitulah seharusnya  kita sebagai manusia, patuh pada ketentuan Sang Penguasa Kehidupan, tanpa melawan. Semakin melawan akan semakin sengsara untuk bertahan hidup. Sibuk mengelak, sibuk mencari pembenaran atas kesalahan-kesalahan yang terjadi, sibuk berkeluh kesah atas segala kehilangan, sibuk mencari cara agar tetap bertahan meskipun waktu kita telah habis.

Ada yang bilang bahwa hidup ini seperti membaca novel  dimana tidak semua halaman berisi cerita bahagia, kalau halaman yang kita baca sekarang ini terasa sesak, sedih, menyakitkan, penuh masalah, baca aja terus, nanti juga akan ada lembar halaman yang bahagia,lembar halaman yang membuat kita terbahak bahak dengan lucunya, teruskan saja membaca, hingga lembar halaman buku ini berakhir. Jadikan setiap kejadian hanya sekedar kejadian karena yang bikin hidup ini rumit sebenarnya diri kita sendiri, Pikiran, bukannya kita sendiri yang mensugestikan kalau jatuh cinta itu bahagia sementara patah hati itu menyesakkan dada *sampaimaumati* . Padahal jatuh dan patah kan tidak ada bedanya ? Sama-sama tidak enak bukan ?

Semua akan ada waktunya, dimana pertemuan akan tergantikan dengan perpisahan, dimana senja akan tergantikan dengan malam yang gelap, dan dimana yang teristimewa akan tergantikan dengan yang selalu ada. Belajar dari semua pergantian itu, kita semua pasti akan selalu mengalami kehilangan. Teman SD, SMP yang dulunya selalu mengatakan "Kita sobat selamanya" akan tergantikan dengan teman SMA "Kita saling ngerti dan satu hobby" , dan pasti akan tergantikan dengan teman kuliah "Ini sahabat susah senang yang berarti". Dan dari semua kehidupan ini aku mulai mempelajari, memang sudah seharusnya aku tetap menjadi seperti ini, "orang asing" yang setiap harinya selalu bertemu dengan orang-orang dan tempat asing lainnya.

Kehidupan ini aku ibaratkan sebagai sebuah perjalanan, dimana kita hanya singgah sebentar hanya untuk sekedar meneguk air pelepas dahaga dan saling melempar senyum dengan orang sekitar, kemudian perkenalan dan tiba saatnya perpisahan. Hilang (lagi). Rela ? Ikhlas ? 

Aku melanjutkan perjalanan ku lagi.

Manusia memang makhluk sosial, yang selalu membutuhkan orang lain untuk saling berbagi. Syukurlah Allah Maha Baik, Ia memberikan teman teman terbaik untuk mendampingiku sebagai pengganti teman teman yang jatuh berguguran, dan tidak tanggung tanggung Allah juga memberikan semua yang aku butuhkan untuk aku cintai, dan mereka yang juga butuh cintaku, sungguh Sang Penguasa Cinta hanya akan memberikan cinta yang aku butuhkan agar kita semua saling membutuhkan ...

Dan .. biarkanlah daun jatuh terbawa angin, biarkan embun menguap terganti matahari, biarkan malam dan siang saling berlalu, kita hanya menjalani takdir, baik buruk, indah luka semua sama ketika ALLAH menjadi sandaran …

Selamat tinggal .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar